Friday, July 7, 2017

Hubungan antara preeklamsi dengan BBLR di RS



  BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A.  BBLR
1.    Pengertian BBLR
Berat badan lahir rendah (BBLR) adalah bayi yang lahir 1800 sampai 2500 gram disebabkan karena ibu yang mengalami gizi buruk dan ibu yang mempunyai riwayat penyakit preeklamsia dan usian ibu kurang dari 20 tahun dan lebih dari 35 tahun. Bayi dengan berat badan lahir rendah adalah suatu keadaan bayi yang baru lahir dengan berat badan lahirnya pada saat kelahiran kurang dari 2500 gram ( Sampai 2499 gram ). Bayi baru lahir yang berat badannya kurang atau sama dengan 2500 gram juga di sebut bayi prematur (Wiknjosastro, 2009 ; Manuaba, 2012).
2.    Klasifikasi BBLR (Berat Bayi Lahir Rendah)
Berat Bayi Lahir Rendah (BBLR) menurut usia dinagi menadi 2 yaitu,
a.    Prematuritas murni
Bayi yang lahir dengan kehamilan kurang dari 37 minggu dengan berat badan yang sesuai
b.    Dismaturitas
Suatu sindroma kimia dimana terjadi ketidak seimbangan antara pertumbuhan anin dengan lanjutnya kehamilan,atau bayi yang lahir tidak sesuai dengan tua nya  usia kehamilannya.

3.    Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya BBLR (Berat Bayi Lahir Rendah)
a.         Faktor Ibu
1)         Penyakit
a)      Hipertensi
Keadaan dimana kenaikan tekanan darah sistol (>130 mmHg) dan diastol (>95 mmHg) dimana terjadinya hipertensi dapat menyebabkan kelahiran bayi berat badan rendah (BBLR).
b)      Pre Eklamsia
Penyakit dengan tanda-tanda hipotensi, edema dan proteinuria yang timbul karena kehamilan. Penyakit ini umumnya terjadi dalam triwulan ketiga kehamilan, tetapi dapat pula terjadi sebelumnya biasanya ibu yang mengalami preeklamsia akan melahirkan bayi berat badan rendah (BBLR) sebelum usia kehamilanya cukup diakrenakan ibu mengalami penurunan konsumsi makanan, sehingga asupan nutrisi pada janin menjadi berkurang (Prawirohardjo, 2005).
c)      Eklamsia
Kelainan akut pada ibu hamil, saat hamil tua, persalinan atau masa nifas ditandai dengan timbulnya kejang atau koma, sehingga ibu tidak maksimal mendapatkan asupan nutrisi, dan akibatnya janin tidak mendapatkan nutrisi secara baik (Wiknjosastro, 2009)
d)     Perdarahan ante partum
Pendarahan dari traktus genitalis yang terjadi antara kehamilan minggu ke-28 dan awal partus keadian ini dapat mengakibatkan teradinya kelahiran bayi berat badan rendah (BBLR)
e)      Malaria
penyakit yang disebabkan oleh parasit bernama Plasmodium yang ditularkan nyamuk ibu yang mengalami sakit malaria dan sering mengkomsumsi obat-obatan akan mempengaruhi pertumbuhan janin dan kelahiran bayi berat lahir rendah (BBLR) yang disebabkan berkurangnya nafsu makan ibu yang dikaitkan dengan pemenuhan gizi pada janin.

2)         Usia
Usia atau umur merupakan rentang kehidupan yang diukur, pengukuran seseorang wanita dapat dikatakan baik untuk menikah  karena di anggap cocok secara fisik dan mental
a)   Usia kurang dari 20
        Masa peralihan diantara masa kanak-kanak dan dewasa. Dalmasa ini anak mengalami masa pertumbuhan dan masa perkembangan fisiknya maupun perkembangan psikisnya. Mereka bukanlah anak-anak baik bentuk badan ataupun cara berfikir atau bertindak, di usia ini alat reproduksinya belum matang dak ketika pada usia kurang dari 20 resiko teranya bayi berat badan rendah (BBLR) sangatlah besar (Deswita, 2006)
b)   Usia 20 sampai  35
        Usia dimana terdapat tanda gejala pematangan alat reproduksi,frekuensi keadian berat badan lahir rendah (BBLR) sangatlah sedikit adapun yang mengalami mungkin ibu yang kurang gizi.
c)   Usia lebih dari 35
Usia yang mempengaruhi atau berkurangnya fungsi sistem reproduksi manusia dan menurunnya berbagai fungsi organ dalam tubuh manusia dalam hal ini sangatlah mempengaruhi teranya kelahiran berat badan lahir rendah (BBLR) yang disebabkan menurunnya sistem metabolisme tubuh.

3)   Paritas
a)    Primipara
Wanita yang telah melahirkan bayi aterm sebanyak satu kali dapat mengakibatkan kejadian BBLR sangat kecil, faktor pendukung dikarenakan oleh gizi dan pengetahuan ibu yang kurang.
b)    Multipara
Wanita yang telah pernah melahirkan anak hidup beberapa kali, dimana persalinan tersebut tidak lebih dari lima kali, hal ini dapat menyebabkan BBLR yang dipengaruhi oleh banyaknya jumlah persalinan pada ibu.
c)    Grandemultipara
Wanita yang telah melahirkan janin aterm lebih dari lima kali berdampak pada janin seperti BBLR, dengan berkurangnya fungsi alat reproduksi wanita, dengan semakin banyaknya jumlah perselinan (Wiknjosastro, 2009)

4)      Riwayat BBLR
Ibu yang mempunyai  riwayat melahirkan BBLR sebelumnya dan akan mengalami keadaan BBLR. Riwayat BBLR sebelumnya adalah faktor keturunan terhadap persalinan.

5)      Status gizi
Ibu yang mengkonsumsi makanan yang kurang nutrisi dapat mengakibatkan minimnya asupan nutrisi pada ibu nya sendiri dan pada pertumbuhan bayinya hal tersebut dapat mengakibatkan kelahiran dengan berat badan lahir rendah (BBLR)

6)      Ibu perokok/peminum alkohol
Kadar zat kimia dalam rokok dapat menghambat pertumbuhan janin. Ibu peminum alkohol dapat menyebabkan terganggunya pertumbuhan dalam kandungan dan akan mempengaruhi gizi bagi janin  dan dapat menyebabkan teradinya kelahiran berat badan lahir rendah.
 
            b.      Faktor Janin
1)      Kelainan kromosom
Ibu yang memiliki kelainan kromosom saat melahirkan dapat mengakiban. Sel tumbuh tidak sempurna, hal ini mengakibakan ibu dapat mengalami kelainan seperti BBLR.
2)      Infeksi janin kronik (inklusi sitomegali,rubella bawaan)
Janin yang terinfeksi bawaan akan menghambat pertumbuhan didalam kandungan seperti berat janin yang kurang atau BBLR.
3)      Hamil Ganda
Ibu dengan hamil ganda akan menyebabkan terjadinya BBLR pada salah satu janin, dipengaruhi oleh nutrisi yang didapatkan janin tidak bisa secara bersamaan untuk diperoleh.
4)      Cacat bawaan
Cacat bawaan pada janin dapat diakibatkan oleh beberapa penyebab seperti paparan radiasi, obat-obatan, faktor cacat bawaan menghambat pertumbuhan janin menjadi tidak maksimal.

4.    Komplikasi BBLR (Berat Bayi Lahir Rendah
Menurut Atikah (2010) komplikasi BBLR
a.         Gangguan pernafasan
               Gangguan yang sering menimbulkan penyakit berat pada BBLR (Berat Bayi Lahir Rendah) Karena kekurangan surfaktan, pertumbuhan dan perkembangan paru-paru yang belum sempurna dan untuk periode berikutnya bayi akan mengalami penyakit membrane hialin dan aspirasi pneumonia.
b.        Hipotermi
               Suhu tubuh yang tidak stabil karena kurangnya lemak di bawah kulit akan mengakibtakan hipotermi, ginjal yang immature akan sulit mengatur banyaknya air dan elektrolittubuh sehingga bayi mudah edema dan metabolik asidosis, hati yang belum matur menyebabkan bayi hiperbilirubinemia, bayi akan mudah mengalami infeksi karena tubuh tidak menghasilkann antibodi, perdarahan intraventrikel dapat menyebabkan hipoksia, hipertensi, dan hiperkapnia.
c.         Gangguan alat pencernaan
               Gangguan pencernaan dan protoblema nutrisi, distensi abdomen akibat dari mortalitas usus berkurang sehingga waktu pengosongan lambung bertambah karena untuk mengabsorbsi lemak, laktosa vitamin yang larut dalam lemak dan mineral berkurang. Ika alat pencernaan terganggu,otomatis akan mengganggu suplai nutrisi yang di butuhkan oleh tubuh.  

5.    Penatalaksanaan BBLR
Menurut Atikah (2010) penatalaksanaan umum pada BBLR
a.    Mempertahankan suhu tubuh bayi
          Bayi BBLR akan cepat mengalami kehilangan panas dan badan menjadi hipotermi, karena pusat pengaturan panas badan belum berfungsi dengan baik, metabolismenya rendah, dan permukaan badan relatif luas. Oleh karena itu bayi BBLR harus dirawat di dalam inkubator sehingga panas badannya mendekati dalam rahim. Bayi sebelum dimasukan kedalam inkubator, inkubator terlebih dahulu dihangatkan, sampai sekitar 29,4oC untuk bayi dengan berat 1,7 kg dan 32,2oC untuk bayi yang lebih kecil. Bayi dirawat dalam keadaan telanjang, hal ini memungkinkan pernapasan yang adekuat, bayi dapat bergerak tanpa dibatasi pakaian. Observasi terhadap pernapasan lebih mudah.
          Cara lain menghangatkan bayi BBLR dengan cara bayi dibungkus dengan kain dan disampingnya ditaruh botol yang berisi air panas atau menggunakan metode kanguru.
1)      Pengaturan dan pengawasan intake nutrisi
ASI (air susu ibu) merupakan pilihan pertama jika bayi mampu menghisap, sehingga ASI adalah pilihan yang harus didahulukan untuk diberikan. Bila faktor menghisap kurang maka ASI dapat diperas dandiminumkan dengan sendok perlahan-lahan atau dengan menggunakan sonde ke lampung. Permulaan cairan yang diberikan sekitar 200 cc/kgBB/hari. Jika ASI tidak ada atau tidak mencukupi khususnya pada bayi BBLR dapat digunakan susu formula yang komposisinya mirip ASI atau susu formula khusus bayi BBLR. Cara pemberian makanan bayi BBLR harus diikuti tindakan pencegahan terjadinya regurgitasi atau masuknya udara dalam usus. Tempat tidur atau kasur inkubator harus diangkat dan bayi dimiringkan pada sisi kanannya.

2)      Pencegahan infeksi
            Bayi BBLR sangat mudah terkena infeksi, terutama infeksi nosokomial. Hal ini dikarenakan kadar immunoglobulin serum pada bayi BBLR masih rendah dan sistem imun juga belum berpengalaman. Fungsi perawatan dengan memberikan perlindungan terhadap bayi BBLR dari bahaya infeksi. Oleh karena itu bayi BBLR tidak boleh kontak dengan penderita infeksi dalam bentuk apa pun, digunakan masker dalam  penanganan khusus bayi, perawatan luka tali pusat, perawatan mata, hidung, kulit, tindakan aseptik dan antiseptik alat-alat yang digunakan, isolasi pasien, jumlah pasien dibatasi, mengatur kunjungan, menghindari perawatan yang terlalu lama, mencegah timbulnya asfiksia dan pemberian antibiotik yang tepat.
a)   Penimbangan berat badan
        Perubahan berat badan mencerminkan kondisi gizi atau nutrisi bayi dan erat kaitannya dengan daya tahan tubuh, oleh sebab itu penimbangan berat badan harus dilakukan dengan ketat. 
b)   Pemberian oksigen
        Ekspansi paru yang buruk merupakan masalah serius bagi bayi preterm BBLR, akibat tidak adanya alveoli dan surfakrtan. Konsentrasi O2 yang diberikan sekitar 30-35% dengan menggunakan head box, konsentrasi O2 yang tinggi dalam masa yang panjang akan menyebabkan kerusakan pada jaringan retina bayi yang dapat menimbulkan kebutaan.
c)   Pengawasan jalan nafas
        Terhambatnya jalan nafas dapat menimbulkan asfiksia, hipoksia dan akhirnya kematian. Selain itu bayi BBLR tidak dapat beradaptasi dengan asfiksia yang terjadi selama proses kelahiran sehingga dapat lahir dengan asfiksia perinatal. Bayi BBLR berisiko mengalami serangan apneu dan defisiensi surfakatan, sehingga tidak dapat memperoleh oksigen yang cukup yang sebelumnya diperoleh dari plasenta. Dalam kondisi seperti ini diperlukan pembersihan jalan nafas segera setelah lahir (aspirasi lendir), dibaringkan pada posisi miring, merangsang pernapasan dengan menepuk atau menyentik tumit. Bila tindakan ini gagal, dilakukan ventilasi, intubasi indotrakheal, pijatan jantung dan pemberian oksigen dan selama pemberian intake dicegah terjadinya aspirasi. Dengan tindakan ini dapat dicegah sekaligus mengatasi asfiksia sehingga memperkecil kematian bayi BBLR.
6.         Pencegahan BBLR
     Menurut Atikah (2010) ada beberapa usaha yang dapat menurunkan prevalensi bayi BBLR di masyarakat, yaitu dengan melakukan beberapa upaya sebagai berikut :
a.    Mendorong perawatan kesehatan remaja putri.
b.    Mengusahakan semua ibu hamil mendapatkan perawatan antenatal yang komprehensif.
c.    Memperbaiki status gizi ibu hamil, dengan mengkonsumsi makanan yang lebih sering atau lebih banyak dan diutamakan makanan yang mengandung nutrient yang seimbang.
d.   Menghentikan kebiasaan merokok, menggunakan obat-obatan terlarang dan alkohol pada ibu hamil.
e.    Meningkatkan pemeriksaan kehamilan secara berkala minimal 4 kali selama kurun kehamilan dan dimulai sejak umur kehamilan muda. Apabila kenaikan berat badannya kurang dari 1 kg per bulan sebaiknya segera berkonsultasi dengan ahli.
f.     Mengkonsumsi tablet zat besi secara teratur sebanyak 1 tablet per hari. Lakukan minimal sebanyak 90 tablet.
g.    Kurangi kegiatan yang melelahkan secara fisik semasa kehamilan.
h.    Hendakanya ibu dapat merencanakan persalinannya pada kurun umur reproduksi sehat (20-34 tahun).
i.      Konseling pada suami istri untuk mengusahakan agar menjaga jarak antara kehamilan, paling sedikit 2 tahun.
j.      Meningkatkan penerimaan gerakan Keluarga Berencana (KB), dengan mendorong penggunaan metode kontrasepsi yang modern dan sesuai untuk menjarangkan kehamilan.
k.    Perlu dukungan sektor lain yang terkait untuk turut berperan dalam meningkatkan pendidikan ibu dan status ekonomi keluarga agar mereka dapat meningkatkan akses terhadap pemanfaatan pelayanan antenatal dan status gizi ibu selama kehamilan (Atikah, 2010).

B.       Preeklamsi
             1.      Pengertian Preeklamsi
Penyakit dengan tanda-tanda hipotensi, edema dan proteinuria yang timbul karena kehamilan. Penyakit ini umumnya terjadi dalam triwulan ketiga kehamilan, tetapi dapat pula terjadi sebelumnya (Prawirohardjo, 2005).  
Sekumpulan gejala yang timbul pada wanita hamil dan masa nifas yang terdiri atas hipertensi, oedema dan proteinuria, tetapi ibu hamil tidak menunjukkan adanya kelainan vaskuler atau hipertensi sebelum hamil (Mochtar, 2005).

2.      Faktor – faktor yang mempengaruhi ibu
a.    Paritas
Seorang wanita yang pernah melahirkan bayi yang dapat hidup seperti halnya pada primipara, multipara, grandemultipara, semakin banyak ibu mempunyai anak, maka akan mengakibatkan ibu dengan preeklamsi.
b.    Hamil ganda
Kehamilan ganda pada ibu bersalin dapat menyebabkan terjadinya Pre Eklamsi akibat distensi rahim, dengan hal tersebut maka dapat mengakibatkan gejala seperti mual, pusing, lemah, hipotensi.
c.    Penyakit yang menyertai kehamilan
Penyakit degeneratif DM salah satu pemicu terjadinya Pre Eklamsi karena gangguan pada insulin
d.   Obesitas
Keadaan berat badan yang lebih dapat mempengaruhi sistem aliran darah, hal ini dapat mengakibatkan gejala seperti tekanan darah meningkatkan darah.
e.     Usia ibu > 35 tahun
Semakin tua usia, maka metabolisme tubuh semakin menurun, hal ini menjadi pemicu menurunnya sistem organ yang dapat mengakibatkan terjadinya hipertensi, hipotensi.
(Manuaba, 2010)

    3.      Patofisiologi
Pada Preeklamsi terdapat penurunan plasma dalam sirkulasi dan terjadi peningkatan hematokrit. Perubahan ini menyebabkan penurunan perfusi ke organ, termasuk ke utero plasental fatal unit. Vasospasme merupakan dasar dari timbulnya proses Preeklamsi. Konstriksi vaskuler menyebabkan resistensi aliran darah dan timbulnya hipertensi arterial. Vasospasme dapat diakibatkan karena adanya peningkatan sensitifitas dari sirculating pressors. Preeklamsi yang berat dapat mengakibatkan kerusakan organ tubuh yang lain. Gangguan perfusi plasenta dan dapat sebagai pemicu timbulnya gangguan pertumbuhan plasenta sehingga dapat berakibat terjadinya Intra Uterin Growth Retardation (Ai Yeyeh, 2010).

     4.      Tanda dan gejala
a.       Pre eklamsi ringan dengan tanda gejala
1)      TD > 160/110 mmHg pada kehamilan > 20 minggu
2)      Pritein uria > 300mg/24 jam atau > 1+dispstick
b.      Pre eklamsi berat disertai dengan satu atau lebih gejala berikut
1)      TD > 160/110 mmHg pada kehamilan > 20 minggu
2)      Pritein uria 2,0 g/24 jam atau > 2+dispstick
3)      Serum creatinin > 1,2 mg/dl (kecuali bila sebelumnya sudah abnormal)
4)      Trombosit < 100.000/mm


4.    Klasifikasi Preeklamsi
a.    Preeklamsi Ringan
Timbulnya hipertensi disertai proteinuria dan atau edema setelah umur kehamilan 20 minggu atau segera setelah kehamilan. Gejala klinis Preeklamsi ringan adalah kenaikan tekanan darah sistol 30 mmHg atau lebih, diastol 15 mmHg atau lebih dari tekanan darah sebelum hamil pada kehamilan 20 minggu atau lebih atau sistol 140 mmHg sampai kurang 160 mmHg (Wiknjosastro, 2009)
b.    Preeklamsi Berat
Preeklamsi Berat adalah suatu komplikasi kehamilan yang ditandai dengan timbulnya hipertensi 160/110 mmHg atau lebih disertai proteinuria dan atau edema pada kehamilan 20 minggu atau lebih.
Penanganan  preeklamsi berat pada persalinan adalah istirahat mutlak ditempat tidur, diet rendah garam, tinggi protein. Kala II harus dipersingkat dalam 24 jam dengan ekstraksi facum atau forcep, ibu dilarang mengejan. Jika anastesi umum tidak tersedia atau janin mati, aterm terlalu kecil, lakukan persalinan pervaginam.
(Ai Yeyeh, 2010).

5.    Penatalaksanaan
a.       Preeklamsi ringan
Secara klinis pastikan usia kehamilan, kematangan servik, dan kemungkinan pertumbuhan janin lambat. Pada pasien rawat jalan, anjurkan istirahat baring 2 jam siang hari dan tidur 8 jam malam hari. Bila sukar tidur dapat diberikan fenobarbital 1-2 x 30 mg atau asetosal 1x80 mg. rawat pasien bila tidak ada perbaikan dalam 2 minggu pengobatan rawat jalan, BB meningkat berlebihan > 1 kg/minggu, selama 2 kali berturut-turut atau tampak tanda-tanda pre eklamsi berat. Beri obat anti hipertensi metildopa 3x125mg, pidodol 1-3 x 5mg, tidak perlu diberikan diit rendah garam. Tekanan darah dapat dipertahankan 140-150/90-100 mmHg (Manuaba 2012)

b.      Preeklamsi berat
Upaya pengobatan diupayakan untuk mencegah kejang, memulihkan organ vital pada keadaan normal, dan melahirkan bayi dengan truma sekecil-kecilnya pada ibu dan bayi. Segera rawat pasien di rumah sakit. Berikan MgSO4, dalam infuse dekstrose 5% dengan kecepatan 15-20 tetes per menit. Dosis awal MgSO4 2 g intravena dalam 10 menit selanjutnya 2 g/jam dalam drip infuse sampai tekanan darah stabil 140-150/90-100 mmHg. Ini  diberikan sampai 24 jam pasca persalinan atau dihentikan 6 jam pasca persalinan ada perbaikan nyata ataupun tampak tanda-tanda intoksikasi. Sebelum diberikan MgSO4 perhatikan reflek patella, pernafasan 16 kali/menit. Selama pemberian perhatikan tekanan darah,suhu, perasaan panas, serta wajah merah. Berikan nifedipin 3-4x10 mg oral (dosis maksimum 80mg/hari), tujuannya adalah untuk penurunan tekanan darah 20% dalam 6 jam. Periksa tekanan darah, nadi, pernafasaan tiap jam. Pasang kateter kantong urin setiap 6 jam.
(Wiknjosastro, 2009)

6.         Komplikasi
a.       Pada ibu
1)   Atonio uteri
Atonia uteri terjadi jika uterus tidak berkontraksi dalam 15 detik setelah dilakukan rangsangan taktil (pemijatan) fundus uteri. Perdarahan postpartum dengan penyebab uteri tidak terlalu banyak dijumpai karena penerimaan gerakan keluarga berencana makin meningkat (Manuaba )
2)   Gagal ginjal
Gagal ginjal pada ibu yang disebabkan karena beban metabolismeb terlalu berat
3)   Perdarahan diotak
Perdarahan akibat hipertensi yang tidak tertahankan lagi, mengakibatkan pecahnya pembuluh darah.
4)   Syok sampai kematian
Preeklamsi dapat mengakibatkan ibu syok karena penurunan kesadaran akibat gejala preeklamsi.

b.      Pada bayi
1)   BBLR
Kelahiran bayi dengan berat badan lahir rendah < 2500 gram (Manuaba 2010)
2)   Asfiksia
Dimana bayi pada saat dilahirkan tidak bisa bernafas dengan baik (Manuaba 2010)
3)   Prematur
Kelahiran baya belom aterem atau kelahiran bayi pada usia kurang bulan (Manuaba 2010)



C.      Hubungan Preeklamsi dengan BBLR
     Preeklamsia adalah salah satu penyakit kehamilan yang sangat mempengaruhi terjaninya kelahiran berat badan rendan (BBLR), ibu yang mengalami preeklamsia mempunyai frekuensi lebih banyak mengalami kelahirkan berat badan lahir rendah (BBLR) dan ibu yang melahirkan pada usia kurang dari 20 atau lebih dari 35 tahun akan mempunyai kemungkinan melahirkan bayi dengan berat badan lahir rendah (BBLR) (Manuaba 2010)
Usia yang matur untuk ibu yang akan hamil adalah usia 20 sampai 35 tahun karena di usia itu alat reproduksinya sudah matang dan siap untuk dibuahi dan kehamilan diatas 35 tahun memiliki resiko sangat tinggi dan komlikasi dalam kehamilan salah satunya pendarahan,hipertensi dan partus lama (sarwono 2010)
Hipertensi dalam kehamilan sangatlah mempengaruhi pada ibu yang hamil yang multipara dan ibu yang usianya lebih dari 35 tahun dan dengan bertambahnya usia menunjukan peningkatan insiden hipertensi krono menghadapi resiko lebih besar untuk menghadapi hipertensi kehamilan, resiko yang sering teradi karena hipertensi adalah salah satu gejala preeklamsi (Manuaba 2012).
Gejala preeklamsi seperti hipertensi, anemia, mual, muntah dapat mempengaruhi nafsu makan ibu terhadap pemenuhan gizi ibu hamil, apabila masalah tersebut tidak bisa segera diatasi, dapat mempengaruhi asupan nutrisi yang ibu makan berkurang, dan akibatnya berkurang juga asupan makanan pada janin yang ibu kandung, dengan demikian bayi yang ibu kandung tidak mendapatkan asupan nutrisi yang maksimal, dengan hal tersebut maka bayi dapat terjadi berat badan bayi lahir rendah (Wijayarini, 2002 dalam Leni Kurniati, 2010).
Penelitian yang dilakukan Yulia Fatmasari Dengan judul hubungan faktor ibu preeklamsi dan usia ibu dengan kejadian BBLR di RS Pekalongan 2010 didapatkan dari hasil penelitian diperoleh data p value ibu preeklamsi sebesar 0,003 dan umur ibu sebesar 0,002, hal ini menunjukan terdapat hubungan antara faktor preeklamsi dan usia ibu dengan kejadian BBLR di RS Pekalongan.
Penelitian yang dilakukan Zena Yunia dengan judul karakteristik kejadian BBLR di RSU Blitar tahun 2011 didapatkan kejadian BBLR dipengaruhi beberapa faktor seperti preeklamsi, anemia pada ibu, usia ibu > 35 tahun.
Penyebab terkaitnya dengan BBLR salah satunya adalah ibu dengan preeklamsi, dengan hal tersebut maka dapat disimpulkan adanya keterkaitan sebelumnya ibu dengan preeklamsi dengan kejadian BBLR.
D.      Kerangka Teori
Kerangka teori adalah ringkasan dari tinjauan pustaka yang digunakan untuk mengiidentifikasi variabel-variabel yang akan diteliti (diamati) (Notoatmodjo, 2005)
Gambar 2.1 Kerangka Teori


Keterangan : Cetak tebal dan cetak miring adalah yang diteliti
 
E.  Kerangka Konsep
       Kerangka konsep adalah suatu hubungan atau kaitan antara konsep satu terhadap konsep yang lain dari masalah yang diteliti (Notoatmodjo, 2005).
Gambar 2.2 kerangka konsep

Peneliti hanya meneliti faktor preeklamsi dengan terjadinya BBLR, hal ini dikarenakan keterbatasan data yang peneliti dapatkan ditempat penelitian, dan dikarenakan banyaknya angka kejadian preeklamsi ditempat penelitian.
E.  Hipotesis
Berdasarkan kerangka pemikiran yang telah diuraikan diatas, maka hipoteis yang diambil dari penelitian ini adalah :
Ha : Ada hubungan antara preeklamsi dengan BBLR di RS A. Dadi Tjokrodipo Tahun 2013
Ho : Tidak ada hubungan antara preeklamsi dengan BBLR di RS A. Dadi Tjokrodipo Tahun 2013

No comments:

Post a Comment