BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. BBLR
1. Pengertian
BBLR
Berat badan lahir
rendah (BBLR) adalah bayi yang lahir
1800 sampai 2500 gram disebabkan karena ibu yang mengalami gizi buruk dan ibu
yang mempunyai riwayat penyakit preeklamsia dan usian ibu kurang dari 20 tahun
dan lebih dari 35 tahun. Bayi dengan berat badan lahir rendah adalah suatu
keadaan bayi yang baru lahir dengan berat badan lahirnya pada saat kelahiran
kurang dari 2500 gram ( Sampai 2499 gram ). Bayi baru lahir yang berat badannya
kurang atau sama dengan 2500 gram juga di sebut bayi prematur (Wiknjosastro,
2009 ; Manuaba, 2012).
2. Klasifikasi
BBLR (Berat Bayi Lahir
Rendah)
Berat Bayi Lahir Rendah (BBLR) menurut usia
dinagi menadi 2 yaitu,
a. Prematuritas murni
Bayi yang lahir dengan kehamilan
kurang dari 37 minggu dengan berat badan yang sesuai
b. Dismaturitas
Suatu sindroma kimia dimana
terjadi ketidak seimbangan antara pertumbuhan anin dengan lanjutnya
kehamilan,atau bayi yang lahir tidak sesuai dengan tua nya usia kehamilannya.
3.
Faktor-faktor
yang mempengaruhi terjadinya BBLR (Berat Bayi Lahir Rendah)
a.
Faktor
Ibu
1)
Penyakit
a)
Hipertensi
Keadaan dimana kenaikan tekanan darah sistol (>130
mmHg) dan diastol (>95 mmHg) dimana terjadinya hipertensi dapat menyebabkan
kelahiran bayi berat badan rendah (BBLR).
b)
Pre
Eklamsia
Penyakit
dengan tanda-tanda hipotensi, edema dan proteinuria yang timbul karena
kehamilan. Penyakit ini umumnya terjadi dalam triwulan ketiga kehamilan, tetapi
dapat pula terjadi sebelumnya biasanya ibu yang mengalami preeklamsia akan
melahirkan bayi berat badan rendah (BBLR) sebelum usia kehamilanya cukup diakrenakan
ibu mengalami penurunan konsumsi makanan, sehingga asupan nutrisi pada janin
menjadi berkurang (Prawirohardjo, 2005).
c)
Eklamsia
Kelainan akut pada ibu hamil, saat hamil tua, persalinan
atau masa nifas ditandai dengan timbulnya kejang atau koma, sehingga ibu tidak
maksimal mendapatkan asupan nutrisi, dan akibatnya janin tidak mendapatkan
nutrisi secara baik (Wiknjosastro, 2009)
d)
Perdarahan
ante partum
Pendarahan dari traktus genitalis yang terjadi antara
kehamilan minggu ke-28 dan awal partus keadian ini dapat mengakibatkan
teradinya kelahiran bayi berat badan rendah (BBLR)
e)
Malaria
penyakit
yang disebabkan oleh parasit bernama Plasmodium yang ditularkan nyamuk ibu yang
mengalami sakit malaria dan sering mengkomsumsi obat-obatan akan mempengaruhi
pertumbuhan janin dan kelahiran bayi berat lahir rendah (BBLR) yang disebabkan
berkurangnya nafsu makan ibu yang dikaitkan dengan pemenuhan gizi pada janin.
2)
Usia
Usia atau umur merupakan rentang kehidupan
yang diukur, pengukuran seseorang wanita dapat dikatakan baik untuk
menikah karena di anggap cocok secara
fisik dan mental
a) Usia kurang dari 20
Masa peralihan
diantara masa kanak-kanak dan dewasa. Dalmasa ini anak mengalami masa pertumbuhan
dan masa perkembangan fisiknya maupun perkembangan psikisnya. Mereka bukanlah
anak-anak baik bentuk badan ataupun cara berfikir atau bertindak, di usia ini
alat reproduksinya belum matang dak ketika pada usia kurang dari 20 resiko
teranya bayi berat badan rendah (BBLR) sangatlah besar (Deswita, 2006)
b) Usia 20 sampai 35
Usia dimana terdapat tanda gejala
pematangan alat reproduksi,frekuensi keadian berat badan lahir rendah (BBLR) sangatlah
sedikit adapun yang mengalami mungkin ibu yang kurang gizi.
c) Usia lebih dari 35
Usia yang mempengaruhi atau berkurangnya fungsi sistem
reproduksi manusia dan menurunnya berbagai fungsi organ dalam tubuh manusia
dalam hal ini sangatlah mempengaruhi teranya kelahiran berat badan lahir rendah
(BBLR) yang disebabkan menurunnya sistem metabolisme tubuh.
3)
Paritas
a)
Primipara
Wanita yang telah melahirkan bayi
aterm sebanyak satu kali dapat mengakibatkan kejadian BBLR sangat kecil, faktor
pendukung dikarenakan oleh gizi dan pengetahuan ibu yang kurang.
b)
Multipara
Wanita yang telah
pernah melahirkan anak hidup beberapa kali, dimana persalinan tersebut tidak
lebih dari lima kali, hal ini dapat menyebabkan BBLR yang dipengaruhi oleh
banyaknya jumlah persalinan pada ibu.
c)
Grandemultipara
Wanita yang telah
melahirkan janin aterm lebih dari lima kali berdampak pada janin seperti BBLR,
dengan berkurangnya fungsi alat reproduksi wanita, dengan semakin banyaknya
jumlah perselinan (Wiknjosastro, 2009)
4)
Riwayat
BBLR
Ibu yang mempunyai
riwayat melahirkan BBLR sebelumnya dan akan mengalami keadaan BBLR.
Riwayat BBLR sebelumnya adalah faktor keturunan terhadap persalinan.
5)
Status
gizi
Ibu yang mengkonsumsi makanan yang kurang nutrisi dapat
mengakibatkan minimnya asupan nutrisi pada ibu nya sendiri dan pada pertumbuhan
bayinya hal tersebut dapat mengakibatkan kelahiran dengan berat badan lahir
rendah (BBLR)
6)
Ibu
perokok/peminum alkohol
Kadar zat kimia dalam rokok dapat menghambat pertumbuhan
janin. Ibu peminum alkohol dapat menyebabkan terganggunya pertumbuhan dalam
kandungan dan akan mempengaruhi gizi bagi janin
dan dapat menyebabkan teradinya kelahiran berat badan lahir rendah.
b.
Faktor
Janin
1) Kelainan kromosom
Ibu yang
memiliki kelainan kromosom saat melahirkan dapat mengakiban.
Sel tumbuh tidak sempurna,
hal ini mengakibakan ibu dapat mengalami kelainan seperti BBLR.
2) Infeksi janin kronik (inklusi
sitomegali,rubella bawaan)
Janin yang
terinfeksi bawaan akan menghambat pertumbuhan didalam kandungan seperti berat
janin yang kurang atau BBLR.
3) Hamil Ganda
Ibu dengan hamil ganda akan menyebabkan
terjadinya BBLR pada salah satu janin, dipengaruhi oleh nutrisi yang didapatkan
janin tidak bisa secara bersamaan untuk diperoleh.
4)
Cacat
bawaan
Cacat bawaan
pada janin dapat diakibatkan oleh beberapa penyebab seperti paparan radiasi, obat-obatan,
faktor cacat bawaan menghambat pertumbuhan janin menjadi tidak maksimal.
4. Komplikasi BBLR (Berat Bayi Lahir Rendah
Menurut Atikah (2010) komplikasi BBLR
a.
Gangguan
pernafasan
Gangguan yang sering
menimbulkan penyakit berat pada BBLR (Berat Bayi Lahir Rendah) Karena
kekurangan surfaktan, pertumbuhan dan perkembangan paru-paru yang belum
sempurna dan untuk periode berikutnya bayi akan mengalami penyakit membrane
hialin dan aspirasi pneumonia.
b.
Hipotermi
Suhu tubuh yang tidak
stabil karena kurangnya lemak di bawah kulit akan mengakibtakan hipotermi,
ginjal yang immature akan sulit mengatur banyaknya air dan elektrolittubuh
sehingga bayi mudah edema dan metabolik asidosis, hati yang belum matur
menyebabkan bayi hiperbilirubinemia, bayi akan mudah mengalami infeksi karena
tubuh tidak menghasilkann antibodi, perdarahan intraventrikel dapat menyebabkan
hipoksia, hipertensi, dan hiperkapnia.
c.
Gangguan
alat pencernaan
Gangguan pencernaan dan
protoblema nutrisi, distensi abdomen akibat dari mortalitas usus berkurang
sehingga waktu pengosongan lambung bertambah karena untuk mengabsorbsi lemak,
laktosa vitamin yang larut dalam lemak dan mineral berkurang. Ika alat
pencernaan terganggu,otomatis akan mengganggu suplai nutrisi yang di butuhkan
oleh tubuh.
5. Penatalaksanaan BBLR
Menurut Atikah (2010) penatalaksanaan umum pada BBLR
a. Mempertahankan suhu tubuh bayi
Bayi BBLR akan cepat mengalami
kehilangan panas dan badan menjadi hipotermi, karena pusat pengaturan panas
badan belum berfungsi dengan baik, metabolismenya rendah, dan permukaan badan
relatif luas. Oleh karena itu bayi BBLR harus dirawat di dalam inkubator
sehingga panas badannya mendekati dalam rahim. Bayi sebelum dimasukan kedalam
inkubator, inkubator terlebih dahulu dihangatkan, sampai sekitar 29,4oC
untuk bayi dengan berat 1,7 kg dan 32,2oC untuk bayi yang lebih
kecil. Bayi dirawat dalam keadaan telanjang, hal ini memungkinkan pernapasan
yang adekuat, bayi dapat bergerak tanpa dibatasi pakaian. Observasi terhadap
pernapasan lebih mudah.
Cara lain menghangatkan bayi BBLR dengan cara bayi
dibungkus dengan kain dan disampingnya ditaruh botol yang berisi air panas atau
menggunakan metode kanguru.
1) Pengaturan dan pengawasan intake nutrisi
ASI (air susu ibu) merupakan pilihan pertama jika bayi
mampu menghisap, sehingga ASI adalah pilihan yang harus didahulukan untuk
diberikan. Bila faktor menghisap kurang maka ASI dapat diperas dandiminumkan
dengan sendok perlahan-lahan atau dengan menggunakan sonde ke lampung.
Permulaan cairan yang diberikan sekitar 200 cc/kgBB/hari. Jika ASI tidak ada
atau tidak mencukupi khususnya pada bayi BBLR dapat digunakan susu formula yang
komposisinya mirip ASI atau susu formula khusus bayi BBLR. Cara pemberian makanan
bayi BBLR harus diikuti tindakan pencegahan terjadinya regurgitasi atau
masuknya udara dalam usus. Tempat tidur atau kasur inkubator harus diangkat dan
bayi dimiringkan pada sisi kanannya.
2) Pencegahan infeksi
Bayi BBLR sangat mudah terkena
infeksi, terutama infeksi nosokomial. Hal ini dikarenakan kadar immunoglobulin
serum pada bayi BBLR masih rendah dan sistem imun juga belum berpengalaman.
Fungsi perawatan dengan memberikan perlindungan terhadap bayi BBLR dari bahaya
infeksi. Oleh karena itu bayi BBLR tidak boleh kontak dengan penderita infeksi
dalam bentuk apa pun, digunakan masker dalam
penanganan khusus bayi, perawatan luka tali pusat, perawatan mata,
hidung, kulit, tindakan aseptik dan antiseptik alat-alat yang digunakan,
isolasi pasien, jumlah pasien dibatasi, mengatur kunjungan, menghindari
perawatan yang terlalu lama, mencegah timbulnya asfiksia dan pemberian
antibiotik yang tepat.
a) Penimbangan berat badan
Perubahan berat badan mencerminkan kondisi gizi atau
nutrisi bayi dan erat kaitannya dengan daya tahan tubuh, oleh sebab itu
penimbangan berat badan harus dilakukan dengan ketat.
b) Pemberian oksigen
Ekspansi paru yang buruk merupakan masalah serius bagi
bayi preterm BBLR, akibat tidak adanya alveoli dan surfakrtan. Konsentrasi O2
yang diberikan sekitar 30-35% dengan menggunakan head box, konsentrasi O2 yang
tinggi dalam masa yang panjang akan menyebabkan kerusakan pada jaringan retina
bayi yang dapat menimbulkan kebutaan.
c) Pengawasan jalan nafas
Terhambatnya jalan nafas dapat menimbulkan asfiksia,
hipoksia dan akhirnya kematian. Selain itu bayi BBLR tidak dapat beradaptasi
dengan asfiksia yang terjadi selama proses kelahiran sehingga dapat lahir
dengan asfiksia perinatal. Bayi BBLR berisiko mengalami serangan apneu dan
defisiensi surfakatan, sehingga tidak dapat memperoleh oksigen yang cukup yang
sebelumnya diperoleh dari plasenta. Dalam kondisi seperti ini diperlukan
pembersihan jalan nafas segera setelah lahir (aspirasi lendir), dibaringkan
pada posisi miring, merangsang pernapasan dengan menepuk atau menyentik tumit.
Bila tindakan ini gagal, dilakukan ventilasi, intubasi indotrakheal, pijatan
jantung dan pemberian oksigen dan selama pemberian intake dicegah terjadinya
aspirasi. Dengan tindakan ini dapat dicegah sekaligus mengatasi asfiksia
sehingga memperkecil kematian bayi BBLR.
6.
Pencegahan BBLR
Menurut Atikah (2010) ada beberapa usaha yang
dapat menurunkan prevalensi bayi BBLR di masyarakat, yaitu dengan melakukan
beberapa upaya sebagai berikut :
a.
Mendorong perawatan kesehatan remaja
putri.
b.
Mengusahakan semua ibu hamil
mendapatkan perawatan antenatal yang komprehensif.
c.
Memperbaiki status gizi ibu hamil,
dengan mengkonsumsi makanan yang lebih sering atau lebih banyak dan diutamakan
makanan yang mengandung nutrient yang seimbang.
d.
Menghentikan kebiasaan merokok,
menggunakan obat-obatan terlarang dan alkohol pada ibu hamil.
e.
Meningkatkan pemeriksaan kehamilan
secara berkala minimal 4 kali selama kurun kehamilan dan dimulai sejak umur
kehamilan muda. Apabila kenaikan berat badannya kurang dari 1 kg per
bulan sebaiknya segera berkonsultasi dengan ahli.
f. Mengkonsumsi
tablet zat besi secara teratur sebanyak 1 tablet per hari. Lakukan minimal sebanyak 90 tablet.
g.
Kurangi kegiatan yang melelahkan secara
fisik semasa kehamilan.
h.
Hendakanya ibu dapat merencanakan
persalinannya pada kurun umur reproduksi sehat (20-34 tahun).
i.
Konseling pada suami istri untuk
mengusahakan agar menjaga jarak antara kehamilan, paling sedikit 2 tahun.
j.
Meningkatkan penerimaan gerakan
Keluarga Berencana (KB), dengan mendorong penggunaan metode kontrasepsi yang
modern dan sesuai untuk menjarangkan kehamilan.
k.
Perlu dukungan sektor lain yang terkait
untuk turut berperan dalam meningkatkan pendidikan ibu dan status ekonomi
keluarga agar mereka dapat meningkatkan akses terhadap pemanfaatan pelayanan
antenatal dan status gizi ibu selama kehamilan (Atikah, 2010).
B.
Preeklamsi
1.
Pengertian Preeklamsi
Penyakit
dengan tanda-tanda hipotensi, edema dan proteinuria yang timbul karena
kehamilan. Penyakit ini umumnya terjadi dalam triwulan ketiga kehamilan, tetapi
dapat pula terjadi sebelumnya (Prawirohardjo, 2005).
Sekumpulan gejala yang timbul pada wanita hamil dan masa
nifas yang terdiri atas hipertensi, oedema dan proteinuria, tetapi ibu hamil
tidak menunjukkan adanya kelainan vaskuler atau hipertensi sebelum hamil (Mochtar, 2005).
2. Faktor
– faktor yang mempengaruhi ibu
a.
Paritas
Seorang
wanita yang pernah melahirkan bayi yang dapat hidup seperti halnya pada
primipara, multipara, grandemultipara, semakin banyak ibu mempunyai anak, maka
akan mengakibatkan ibu dengan preeklamsi.
b.
Hamil ganda
Kehamilan ganda pada ibu bersalin
dapat menyebabkan terjadinya Pre Eklamsi
akibat distensi rahim, dengan hal tersebut maka dapat mengakibatkan gejala
seperti mual, pusing, lemah, hipotensi.
c.
Penyakit yang menyertai kehamilan
Penyakit degeneratif DM salah satu
pemicu terjadinya Pre Eklamsi karena
gangguan pada insulin
d.
Obesitas
Keadaan berat badan yang lebih
dapat mempengaruhi sistem aliran darah, hal ini dapat mengakibatkan gejala
seperti tekanan darah meningkatkan darah.
e.
Usia ibu > 35 tahun
Semakin
tua usia, maka metabolisme tubuh semakin menurun, hal ini menjadi pemicu menurunnya
sistem organ yang dapat mengakibatkan terjadinya hipertensi, hipotensi.
(Manuaba, 2010)
3. Patofisiologi
Pada
Preeklamsi terdapat penurunan plasma
dalam sirkulasi dan terjadi peningkatan hematokrit. Perubahan ini menyebabkan
penurunan perfusi ke organ, termasuk ke utero plasental fatal unit. Vasospasme
merupakan dasar dari timbulnya proses Preeklamsi.
Konstriksi vaskuler menyebabkan resistensi aliran darah dan timbulnya
hipertensi arterial. Vasospasme dapat diakibatkan karena adanya peningkatan
sensitifitas dari sirculating pressors. Preeklamsi
yang berat dapat mengakibatkan kerusakan organ tubuh yang lain. Gangguan
perfusi plasenta dan dapat sebagai pemicu timbulnya gangguan pertumbuhan
plasenta sehingga dapat berakibat terjadinya Intra Uterin Growth Retardation (Ai Yeyeh, 2010).
4.
Tanda dan gejala
a. Pre
eklamsi ringan dengan tanda gejala
1) TD
> 160/110 mmHg pada kehamilan > 20 minggu
2) Pritein
uria > 300mg/24 jam atau > 1+dispstick
b. Pre
eklamsi berat disertai dengan satu atau lebih gejala berikut
1) TD
> 160/110 mmHg pada kehamilan > 20 minggu
2) Pritein
uria 2,0 g/24 jam atau > 2+dispstick
3) Serum
creatinin > 1,2 mg/dl (kecuali bila sebelumnya sudah abnormal)
4)
Trombosit
< 100.000/mm
4. Klasifikasi
Preeklamsi
a. Preeklamsi
Ringan
Timbulnya hipertensi disertai
proteinuria dan atau edema setelah umur kehamilan 20 minggu atau segera setelah
kehamilan. Gejala klinis Preeklamsi ringan adalah kenaikan tekanan darah sistol
30 mmHg atau lebih, diastol 15 mmHg atau lebih dari tekanan darah sebelum hamil
pada kehamilan 20 minggu atau lebih atau sistol 140 mmHg sampai kurang 160 mmHg
(Wiknjosastro, 2009)
b. Preeklamsi
Berat
Preeklamsi
Berat adalah suatu komplikasi kehamilan yang ditandai dengan timbulnya
hipertensi 160/110 mmHg atau lebih disertai proteinuria dan atau edema pada
kehamilan 20 minggu atau lebih.
Penanganan preeklamsi berat pada persalinan adalah
istirahat mutlak ditempat tidur, diet rendah garam, tinggi protein. Kala II
harus dipersingkat dalam 24 jam dengan ekstraksi facum atau forcep, ibu
dilarang mengejan. Jika anastesi umum tidak tersedia atau janin mati, aterm
terlalu kecil, lakukan persalinan pervaginam.
(Ai Yeyeh, 2010).
5. Penatalaksanaan
a. Preeklamsi
ringan
Secara
klinis pastikan usia kehamilan, kematangan servik, dan kemungkinan pertumbuhan
janin lambat. Pada pasien rawat jalan, anjurkan istirahat baring 2 jam siang
hari dan tidur 8 jam malam hari. Bila sukar tidur dapat diberikan fenobarbital
1-2 x 30 mg atau asetosal 1x80 mg. rawat pasien bila tidak ada perbaikan dalam
2 minggu pengobatan rawat jalan, BB meningkat berlebihan > 1 kg/minggu,
selama 2 kali berturut-turut atau tampak tanda-tanda pre eklamsi berat. Beri
obat anti hipertensi metildopa 3x125mg, pidodol 1-3 x 5mg, tidak perlu
diberikan diit rendah garam. Tekanan darah dapat dipertahankan 140-150/90-100
mmHg (Manuaba 2012)
b. Preeklamsi
berat
Upaya
pengobatan diupayakan untuk mencegah kejang, memulihkan organ vital pada
keadaan normal, dan melahirkan bayi dengan truma sekecil-kecilnya pada ibu dan
bayi. Segera rawat pasien di rumah sakit. Berikan MgSO4, dalam infuse dekstrose
5% dengan kecepatan 15-20 tetes per menit. Dosis awal MgSO4 2 g intravena dalam
10 menit selanjutnya 2 g/jam dalam drip infuse sampai tekanan darah stabil
140-150/90-100 mmHg. Ini diberikan
sampai 24 jam pasca persalinan atau dihentikan 6 jam pasca persalinan ada
perbaikan nyata ataupun tampak tanda-tanda intoksikasi. Sebelum diberikan MgSO4
perhatikan reflek patella, pernafasan 16 kali/menit. Selama pemberian
perhatikan tekanan darah,suhu, perasaan panas, serta wajah merah. Berikan
nifedipin 3-4x10 mg oral (dosis maksimum 80mg/hari), tujuannya adalah untuk
penurunan tekanan darah 20% dalam 6 jam. Periksa tekanan darah, nadi,
pernafasaan tiap jam. Pasang kateter kantong urin setiap 6 jam.
(Wiknjosastro, 2009)
6.
Komplikasi
a.
Pada ibu
1) Atonio
uteri
Atonia
uteri terjadi jika uterus tidak berkontraksi dalam 15 detik setelah dilakukan
rangsangan taktil (pemijatan) fundus uteri. Perdarahan postpartum dengan
penyebab uteri tidak terlalu banyak dijumpai karena penerimaan gerakan keluarga
berencana makin meningkat (Manuaba )
2) Gagal
ginjal
Gagal
ginjal pada ibu yang disebabkan karena beban metabolismeb terlalu berat
3) Perdarahan
diotak
Perdarahan
akibat hipertensi yang tidak tertahankan lagi, mengakibatkan pecahnya pembuluh
darah.
4) Syok
sampai kematian
Preeklamsi
dapat mengakibatkan ibu syok karena penurunan kesadaran akibat gejala
preeklamsi.
b.
Pada bayi
1)
BBLR
Kelahiran bayi dengan
berat badan lahir rendah < 2500 gram (Manuaba 2010)
2)
Asfiksia
Dimana bayi pada saat
dilahirkan tidak bisa bernafas dengan baik (Manuaba 2010)
3)
Prematur
Kelahiran baya belom
aterem atau kelahiran bayi pada usia kurang bulan (Manuaba 2010)
C. Hubungan Preeklamsi dengan BBLR
Preeklamsia
adalah salah satu penyakit kehamilan yang sangat mempengaruhi terjaninya
kelahiran berat badan rendan (BBLR), ibu yang mengalami preeklamsia mempunyai
frekuensi lebih banyak mengalami kelahirkan berat badan lahir rendah (BBLR) dan
ibu yang melahirkan pada usia kurang dari 20 atau lebih dari 35 tahun akan
mempunyai kemungkinan melahirkan bayi dengan berat badan lahir rendah (BBLR)
(Manuaba 2010)
Usia
yang matur untuk ibu yang akan hamil adalah usia 20 sampai 35 tahun karena di
usia itu alat reproduksinya sudah matang dan siap untuk dibuahi dan kehamilan
diatas 35 tahun memiliki resiko sangat tinggi dan komlikasi dalam kehamilan
salah satunya pendarahan,hipertensi dan partus lama (sarwono 2010)
Hipertensi
dalam kehamilan sangatlah mempengaruhi pada ibu yang hamil yang multipara dan
ibu yang usianya lebih dari 35 tahun dan dengan bertambahnya usia menunjukan
peningkatan insiden hipertensi krono menghadapi resiko lebih besar untuk
menghadapi hipertensi kehamilan, resiko yang sering teradi karena hipertensi
adalah salah satu gejala preeklamsi (Manuaba 2012).
Gejala
preeklamsi seperti hipertensi, anemia, mual, muntah dapat mempengaruhi nafsu
makan ibu terhadap pemenuhan gizi ibu hamil, apabila masalah tersebut tidak
bisa segera diatasi, dapat mempengaruhi asupan nutrisi yang ibu makan
berkurang, dan akibatnya berkurang juga asupan makanan pada janin yang ibu
kandung, dengan demikian bayi yang ibu kandung tidak mendapatkan asupan nutrisi
yang maksimal, dengan hal tersebut maka bayi dapat terjadi berat badan bayi
lahir rendah (Wijayarini, 2002 dalam Leni Kurniati, 2010).
Penelitian yang dilakukan Yulia
Fatmasari Dengan judul hubungan faktor ibu preeklamsi dan usia ibu dengan
kejadian BBLR di RS Pekalongan 2010 didapatkan dari hasil penelitian diperoleh
data p value ibu preeklamsi sebesar 0,003 dan umur ibu sebesar 0,002, hal ini
menunjukan terdapat hubungan antara faktor preeklamsi dan usia ibu dengan
kejadian BBLR di RS Pekalongan.
Penelitian yang dilakukan Zena Yunia
dengan judul karakteristik kejadian BBLR di RSU Blitar tahun 2011 didapatkan kejadian
BBLR dipengaruhi beberapa faktor seperti preeklamsi, anemia pada ibu, usia ibu
> 35 tahun.
Penyebab
terkaitnya dengan BBLR salah satunya adalah ibu dengan preeklamsi, dengan hal
tersebut maka dapat disimpulkan adanya keterkaitan sebelumnya ibu dengan
preeklamsi dengan kejadian BBLR.
D.
Kerangka Teori
Kerangka teori
adalah ringkasan dari tinjauan pustaka yang digunakan untuk mengiidentifikasi
variabel-variabel yang akan diteliti (diamati) (Notoatmodjo, 2005)
Gambar 2.1 Kerangka Teori
Keterangan : Cetak tebal dan cetak miring adalah yang diteliti
E.
Kerangka Konsep
Kerangka
konsep adalah suatu hubungan atau kaitan antara konsep satu terhadap konsep
yang lain dari masalah yang diteliti (Notoatmodjo, 2005).
Gambar 2.2 kerangka konsep
Peneliti hanya meneliti faktor preeklamsi dengan terjadinya BBLR, hal ini
dikarenakan keterbatasan data yang peneliti dapatkan ditempat penelitian, dan
dikarenakan banyaknya angka kejadian preeklamsi ditempat penelitian.
E.
Hipotesis
Berdasarkan
kerangka pemikiran yang telah diuraikan diatas, maka hipoteis yang diambil dari
penelitian ini adalah :
Ha
: Ada hubungan antara preeklamsi
dengan BBLR di RS A. Dadi Tjokrodipo Tahun 2013
Ho
: Tidak
ada hubungan antara preeklamsi
dengan BBLR di RS A. Dadi Tjokrodipo Tahun 2013
No comments:
Post a Comment